Boucing Fuchsia Bow Tie Ribbon asma pada ibu hamil | ♔ pudji's blog ♔

Minggu, 11 Maret 2012

asma pada ibu hamil




Asma merupakan salah satu kondisi medis kronik yang kerap dijumpai pada kehamilan dengan prevalensi asma pada kehamilan sebesar 1-4 persen. Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit peradangan (inflamasi) kronik saluran napas (saluran tracheobronchial) yang ditandai oleh peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai stimulus (rangsangan). Asma seringkali berkaitan dengan riwayat alergi pada pasien dan/ atau keluarganya.

Pada asma terjadi hambatan aliran udara pernapasan yang bersifat reversibel dengan episode serangan asma ditingkahi oleh periode bebas gejala asma. Peradangan saluran napas menyebabkan menyempitnya diameter lumen saluran napas akibat kontraksi otot polos, bendungan pembuluh darah, pembengkakan dinding bronchial, dan sekresi mukus yang kental.

Gejala-gejala asma antara lain meliputi batuk, sesak napas, napas berbunyi, dan episode kambuhan gejala serangan asma. Pemeriksaan fisik dapat normal selama periode remisi (tidak sedang serangan asma atau selama periode bebas gejala asma). Pencetus asma meliputi pajanan terhadap berbagai alergen (tungau debu rumah, debu, bulu binatang, jamur, dll), zat iritan (asap rokok, asap dari kayu yang terbakar, polusi udara, bau yang kuat seperti parfum, dll), kondisi medis (influenza, infeksi saluran pernapasan baik akibat bakteri maupun virus, refluks gastro-esofagus/ regurgitasi isi lambung ke esofagus atau saluran makanan, dll) obat-obatan (aspirin, obat-obat anti inflamasi non-steroid, dll), olahraga, stres emosional, dan perubahan cuaca (terutama udara dingin).

Pengaruh kehamilan terhadap asma tidak bisa diprediksi. Diperkirakan 1/3 perempuan hamil yang telah menderita asma sebelum hamil mengalami perburukan gejala asmanya, 1/3 kasus mengalami perbaikan, dan 1/3 kasus lainnya tidak mengalami perubahan gejala asma selama kehamilan. Perempuan dengan asma berat dan/ atau asma yang terkontrol buruk memiliki risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kehamilan (seperti pre-eklampsia, perdarahan rahim, dan komplikasi saat melahirkan) dan pengaruh buruk pada janin (seperti kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital, lahir prematur, berat lahir rendah, dan kekurangan oksigen). Pada saat ibu mengalami serangan asma, janin mungkin tidak cukup mendapatkan oksigen sehingga dapat menyebabkan bahaya pada janin. Semakin berat asma, semakin besar risiko untuk janin.

Oleh karena itu, seyogianya perempuan hamil yang menderita asma tidak menghentikan pengobatan asmanya tanpa berkonsultasi ke dokter. Tatalaksana asma untuk pasien rawat jalan sama antara pasien asma yang hamil dan yang tidak hamil. Inhaler berisi obat agonis beta-adrenergik yang bekerja untuk memperbaiki hambatan aliran udara merupakan terapi utama untuk mengatasi serangan asma dan mengatasi asma ringan. Untuk kasus asma persisten sedang, obat tersebut dikombinasikan dengan inhaler berisi obat kortikosteroid yang digunakan untuk pencegahan jangka panjang dan mengontrol gejala asma. Obat kortikosteroid tersebut mencegah pembengkakan dan sekresi mukus yang terjadi akibat peradangan saluran napas pada pasien asma.

Upaya untuk mencegah serangan asma sangat perlu dilakukan dengan cara mencegah pajanan terhadap pemicu asma. Berhenti merokok, hindari berada di sekitar orang yang sedang merokok, hindari makan dalam jumlah yang banyak atau langsung berbaring setelah makan jika memiliki gejala refluks lambung-esofagus, jauhi orang yang sedang menderita influenza atau infeksi lainnya, hindari berbagai hal yang telah diketahui dapat menyebabkan alergi, dan hindari pemicu asma yang sudah diketahui. Jika terjadi serangan asma segera mencari pertolongan medis ke instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat.

PENTING DIPERHATIKAN PENDERITA ASMA SAAT HAMIL DAN MENYUSUI
  • Melannjutkan obat asma selama hamil sesuai saran dokter
  • Berkonsultasi kepada dokter untuk mengendalikan
  • Tetap memberikan ASI selama menggunakan obat asma
  • Pada dasarnya pemilihan obat untuk mengendalikan asma pada kehamilan tidak berbeda dengan obat bagi penderita asma pada umumnya.
PILIHAN OBAT ASMA PADA KEHAMILAN
Perlu dipahami bahwa obat asma (seperti halnya sebagian besar obat lain) bersifat individual. Artinya, obat yang nyaman (cocok) bagi penderita yang satu belum tentu nyaman digunakan oleh penderita lain. Sebagai contoh, seorang penderita asma merasa cocok dan nyaman menggunakan salbutamol 2 mg generik seharga 2000 perak per blister dibanding menggunakan obat asma inhaler berharga ratusan ribu. Karenanya, masing-masing penderita asma seyogyanya mengenali obat-obat yang diberikan dokter dan nyaman digunakan untuk mengendalikan asma yang dideritanya.

Obat-obat yang lazim digunakan untuk mengendalikan ataupun mengobati asma, diantaranya:
A. Anti Inflamasi Golongan Steroid:
Obat inhalasi ( MDI, Nebulisasi ), antara lain: Budesonide, Beclomethasone dipropionate, Fluticasone, Flunisolide, dll.
Obat minum (oral), antara lain: Prednison, Prednisolon, Methylprednisolon, dll.
Obat injeksi (parenteral): methylprednisolon, dll.
B. Bronkodilator (melonggarkan saluran pernafasan):
Obat inhalasi (MDI, DPI, nebulisasi), antara lain: Salbutamol MDI, Fenoterol, Formoterol, Salmeterol, kombinasi Formoterol dan budesonide, kombinasi Salmeterol dan fluticasone, dll.
Obat minum (oral), antara lain: Salbutamol, Terbutalin sulfat, Aminophyllin, Theophyllin, dll.
Obat injeksi (parenteral): Terbutalin sulfat, Aminophyllin, dll.
C. Obat lain: obat antikolinergik: Ipratropium bromide.
D. Obat Pencair Dahak:
Jika asma disertai batuk, dapat ditambahkan obat batuk pencair dahak (expectorant), diantaranya: Ambroxol, Bromhexine, GG (Glyceryl guaiacolate), dll.

EFEK SAMPING OBAT
Obat asma golongan Bronkodilator (melonggarkan nafas) kerap menimbulkan efek samping: berdebar, lemas, gemetar, otot seperti dilucuti, keringat dingin. Jika mengalami keluhan berdebar, lemas, setelah minum obat asma golongan bronkodilator, maka dosis dapat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, lemas, gemetar, dosis obat dapat diturunkan lagi hingga seperempat dari dosis normal. Jika dengan dosis seperempat dari dosis normal masih mengalami berdebar, lemas, gemetar, seyogyanya melaporkan ke dokter agar dipilihkan obat bronkodilator yang lain.
Hendaknya penderita asma mencatat obat-obat asma yang menimbulkan efek samping: berdebar, lemas, gemetar, kemudian memberitahukan kepada dokter agar tidak diberikan obat yang sama dan menggantinya dengan obat jenis lain.

TIPS MENCEGAH KEKAMBUHAN
  • Kenali dan hindari faktor pencetus kekambuhan asma, diantaranya:alergen (bahan atau kondisi pemicu timbulnya kekambuhan asma), polusi udara, perubahan cuaca, faktor psikis (emosi yang berlebihan), aktifitas yang berlebihan, infeksi saluran pernafasan, rhinitis (pilek-bersin-hidung mampet), makanan dan obat-obat tertentu, dan lain-lain.
  • Kenali obat-obat yang digunakan, meliputi: nama obat (dan kandungannya), dosis dan cara penggunaannya, obat-obat yang paling nyaman digunakan dan efek samping obat.
  • Istirahat yang cukup, makan makanan bergizi seimbang.
  • Olah raga teratur sesuai kemampuan dan selalu aktif beraktifitas (asalkan tidaj berlebihan) atau senam hamil sesuai petunjuk instruktur. Olah raga teratur pada kehamilan disebutkan dapat mengurangi resiko kekambuhan. Namun, jika asma malah kambuh dengan berolah raga (exercise induced asthma), hendaknya berkonsultasi kepada dokter untuk memilih jenis olah raga yang tepat dan      sesuai dengan kondisi masing-masing.
  • Konsultasi kepada dokter tentang ciri-ciri serangan asma, tatacara penanggulangan asma di rumah dan tatacara pertolongan pertama tatkala asma kambuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

♔ pudji's blog ♔ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea